Kerang Rebus atau Kerang Mutiara, Pilih yang Mana?

Rabu, 19 Mei 2010

Cerita ini mengingatkan kita kepada seorang motifator sukses yang berdomisili di Pulau Sulawesi.

Andi (bukan nama sebenarnya), seorang anak yang hidup bersama keluarganya di bantaran sebuah sungai di Pulau Sulawesi. Rumahnya rapuh hampir roboh, menggunakan bambu untuk mengkokohkan kembali rumahnya.

Penghasilan keluarganya hanya cukup untuk membeli beras, setiap hari dia hanya memakan nasi dan garam sebagai bumbu nasi yang tawar.

Namun dialah Andi yang tak mau hidup seperti ini terus. Banyak akal untuk menutupinya. Setiap keluarganya telah menanak nasi, dia sisihkan nasi bagiannya untuk dibawa ke sungai dekat rumahnya dengan membawa alat untuk memancing dan kecap. Nasinya belum ia makan, tapi dia menunggu ada ikan kecantol mata pancingnya. Setiap ia dapat ikan, ikan langsung dia bakar dan dibumbui kecap dan langsung dimakan. Begitu berulangkali setiap ia akan makan.

Suatu hari saat dia makan, ayahnya menghampirinya. Ayahnya tak hanya diam, dia menanyai anaknya “Hai nak, apa yang sedang kamu lakukan?”, “Memancing ikan yah.” Jawab Andi dengan nada lemas perut belum keisi. Ayahnya bertanya kembali “Bolehkah Ayah bercerita nak?”, “Boleh yah.” Jawabnya. “Dapatkah kau membedakan kerang Mutiara dengan Kerang Rebus?”, “Tak tahu yah.” Jawabnya juga pingin tahu.

“Kerang Mutiara adalah kerang penghasil mutiara yang bernilai tinggi, sedangkan kerang rebus adalah kerang yang dijual dipinggiran jalan untuk dimakan. Namun kau tak pernah tahu bagaimana perjuangan kerang mutiara untuk dapat menghasilkan mutiara yang indah.


Kerang Mutiara dan Kerang Rebus sama hidup di laut, namun kerang mutiara diambil nelayan untuk diberi kelereng calon jadi mutiara di dalamnya. Kerang mutiara dipaksa untuk menelan kelereng itu didalamnya, hingga karangnya tak bisa tertutup.


Kerang yang tak tertutup dapat dimasuki pasir hingga pedih yang dirasa si kerang itu, seperti mata yang kemasukan pasir. Setiap hari si kerang menagis kesakitan karna pasir. Namun tagisan itu yang membuat kelereng berubah menjadi mutiara.


Sedangkan kerang rebus tak diperlakukan apa-apa oleh nelayan, hanya dikumpulkan dan dijual kembali kepada pedagang yang ada di pinggiran jalan.
Sekarang tinggal kau mau yang mana? Itulah jalan yang kau pilih”

“Kalau Mutiara yah?” tanya Andi.
“Kau harus mau sakit, kau harus mau susah, mau menghadapi rintangan, harus berani menghadapi hinaan, namun ingat jangan sekali-kali kau mengeluh dengan semua itu!”
“Kalau Rebus yah?” Tanya ia kembali.
Kau tak usah sakit, kau tidak usah menghadapi semuanya, nanti kau jadi orang-orang yang ada dipinggiran sana, maukah kau seperti itu?”
“tidak yah.” Jawabnya.

Andi membiayai sekolahnya sendiri dengan mencari getah karet di kebun orang lain, baunya apek tak karuan hingga setiap hari di sekolahnya Andi di panggil temannya terus dicium bau tangannya, langsung diludahi tangannya yang bau. Kejadian ini terus berulang. Andi menangis tak mau sekolah lagi karena hinaan ini, namun ayahnya berkata “Jika kamu mau jadi kerang mutiara kamu harus mau tahan hinaan ini”. Hingga Andi mengakalinya, setiap hari sebelum berangkat sekolah ia makan durian dengan tangannya langsung. Dipanggil lagi oleh temennya, dicium bau tangannya, tak lagi temennya meludahi.

Ayahnya hanya bisa membiayai sampai SMA, Ayahnya hanya bisa berkata “Jika kamu mau jadi kerang Mutiara kamu harus mau susah dan tidak putus asa.” Namun Andi termasuk anak pandai di SMAnya, dari seorang Wakil Kepala Sekolah mencari Andi, diberitahukan bahwa Andi dapat Beasiswa Kuliah Gratis, namun tetap membayar administrasi 100 ribu rupiah waktu itu.

Andi berlari menemui ayahnya di rumah, “Ayah aku dapat beasiswa kuliah gratis, tapi harus membayar administrasi 100ribu” Andi berlapor pada ayahnya dengan menunjukan suratnya. “Kalau begini kau harus kuliah, harus!” jawab ayah dengan Semangat.

Akhirnya sang ayah membawa Andi naik sepeda ke Rumah yang besar Kaya. Dengan basa-basi terlebih dahulu ayahnya berbicara kepada pemilik rumah, bercerita kesana-sini. Dan akhirnya sampai ke inti pembicaraan “Ini anak saya (Andi) dia dapat beasiswa kuliah di Pulau Jawa karna dia mendapat nilai baik di Sekolahnya, maksud kedatangan kami disini, bolehkah Kami meminjam uang sebesar 100ribu untuk administrasi kuliah Andi yang harus bibayar besok?”. Yang keluar dari mulut pemilik rumah : “Apa? Anda ini belagu tidak punya uang saja mau menguliahkan anak, tak tahu diri.....” Siayah memotong hinaan orang kaya itu “Cukup kami gak butuh bantuan bapak, bapak pikir kami tidak punya? Kami masih punya tanah luas.

Langsung ayahnya membawa Andi untuk pulang. Di tengah jalan Andi bertanya “Tanah yang mana yah, kita kan tak punya apa-apa?”, “Tu tanah Jawa.” Jawabnya.

Andi menangis sambil pukuli punggung ayahnya “Ayah boohong, ayah bohong....”, ayahnya berhenti mengayuh sepeda, dipeluknya Andi dan ayahnyapun menangis “Ayah tak tahan menerima hinaan oleh orang dihadapanmu nak.” Akhirnya dari seorang guru mau membiayai administrasi Beasiswanya.

Andi sekarang menjadi seorang yang sukses setelah merampungi kuliahnya, diapun juga memilih menjadi motifator untuk orang lain.

0 komentar:

Posting Komentar

Komentar khusus untuk posting diatas: